Tentang Kami

Pangestu

Pangestu singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal adalah perkumpulan / paguyuban untuk dapat hidup tunggal (bersatu) yang dijiwai oleh hidup rukun dan semangat kekeluargaan dengan upaya batiniah yang didasari permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk bersatu dengan masyarakat dan kembali bertunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Pangestu berdiri pada tanggal 20 Mei 1949 di Solo, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. 

Dapatkah manusia kembali bertunggal dengan Tuhan?

Dapat, jika selama menjalankan kehidupan di dunia hati dan cipta selalu sadar, percaya, dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudi pekerti baik atau mulia; rela, narima, jujur, sabar, budi luhur.

Tujuan Pangestu

01

Berusaha untuk hidup bersatu dengan guyub rukun dengan semua golongan di tengah masyarakat tanpa membeda-bedakan jenis, bangsa, derajat, agama, atau kepercayaan, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

 
02

Menyebarluaskan pepadang, ialah perintah wejangan Sang Guru Sejati kepada siapa saja yang sungguh-sungguh memerlukan pepadang, tanpa paksaan dan tanpa pamrih apa pun.

 
03

Pangestu bercita-cita dan berdoa agar semua umat manusia kembali bertunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tripurusa.

 
04

Terwujudnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bersatu, aman, damai, saling menghormati serta sejahtera lahir dan batin, melalui pembangunan watak utama.

Pedoman Pangestu

Pedoman Pangestu adalah Dasa Sila:

  1. Berbakti kepada Allah.
  2. Berbakti kepada Utusan Tuhan.
  3. Setia kepada kalifatullah, yaitu kepala negara.
  4. Berbakti kepada tanah air.
  5. Berbakti kepada orang tua (ayah dan ibu).
  6. Berbakti kepada saudara tua.
  7. Berbakti kepada guru.
  8. Berbakti kepada pelajaran keutamaan.
  9. Kasih sayang kepada sesama hidup.
  10. Menghormati semua agama.

Dasa Sila adalah sikap hidup ke dalam dan ke luar bagi seluruh anggota Pangestu.

Bentuk, Sifat Perkumpulan, & Ajaran

Bentuk Perkumpulan Pangestu

Perkumpulan Pangestu berbentuk paguyuban.

Pengelolaan Pangestu diselenggarakan sebagaimana tata cara pengelolaan paguyuban pada umumnya.

 

Sifat Perkumpulan Pangestu

  • Bersifat kejiwaan semata-mata, dan bersifat mandiri.
  • Kancah Pendidikan dan pengolahan jiwa berdasarkan ajaran Sang Guru Sejati.
  • Bukan agama dan bukan perkumpulan/organisasi keagamaan.
  • Menghormati semua agama.
  • Bukan suatu aliran kepercayaan dan atau aliran kebatinan. 

 

Ajaran

  • Anggota Pangestu melaksanakan ajaran Sang Guru Sejati (Suksma Sejati).
  • Sang Guru Sejati adalah Suksma Sejati, Utusan Tuhan yang abadi, yang merupakan satu-satunya Guru yang sejati bagi manusia.
  • Ajaran Sang Guru Sejati ialah tuntunan dan petunjuk Suksma Sejati tentang Jalan Benar, yaitu Jalan Utama yang berakhir dalam kesejahteraan, ketenteraman, dan kemuliaan abadi ialah di dalam Tripurusa.
  • Ajaran Sang Guru Sejati tidak dimaksudkan untuk merusak atau mengganti agama yang telah ada serta tidak untuk mendirikan agama baru.
  • Ajaran Sang Guru Sejati dijelaskan dalam Sepuluh Buku Wajib.

Lambang Pangestu

Setangkai bunga mawar dan kemboja di atas latar belakang warna ungu.

Bunga mawar melambangkan tugas ke luar. Sebagian dari umat manusia ditunjuk oleh Tuhan menjadi pemimpin bangsa, sebagian lagi dipilih untuk menaburkan pepadang. Siapa pun juga di antara umat manusia yang selama mengabdi kepada bangsanya disertai budi pekerti yang utama, maka ia akan menjadi Kusuma Bangsa yang harum baunya. Akan tetapi, walaupun demikian, sebagai manusia biasa, maka mereka masih dapat berbuat salah. Hal ini dilambangkan dengan duri pada tangkai bunga mawar. Seindah-seindahnya bunga mawar, tetap berduri.

Bunga Kemboja melambangkan tugas ke dalam. Hendaknya umat manusia berbakti kepada Tuhan dengan menaati segala perintah-Nya, seperti yang tercantum dalam kitab-kitab suci, dan menjauhi segala pantangan-Nya. Jadi, bukan hanya tugas ke luar saja yang harus dipenuhi, melainkan juga tugas ke dalam agar kita selalu mendapat sih anugerah Tuhan.

Dasar lambang berwarna ungu, warna ungu dalam Bahasa Jawa wungu yang juga mengandung arti “bangun”, diwungu berarti “dibangunkan”, maka dasar lambang berwarna ungu dimaksudkan agar anggota Pangestu selalu dalam keadaan bangun (tidak tidur) yakni jiwanya selalu sadar, selalu ingat akan kewajiban ke luar dan ke dalam.